Kamis, 17 Maret 2011

Rancangan jalan

BAB I
PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
Perencanaan geometrik jalan raya merupakan bagian perencanaan jalan yang dititik beratkan pada bentuk fisik, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan sebagai aksesibilitas dari daerah asal.

Jalan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan, maka jalan mempunyai arti penting bagi laju pertumbuhan suatu daerah sehingga dengan tersedianya jalan yang baik pembangunan lainnya dapat menunjang. Maksud dan tujuan pembangunan jalan adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Lintasan artinya menyangkut jalur tanah yang diperkuat atau diperkeras dan jalur tanah tanpa perkerasan.

Adapun mengingat fungsi dasar dari jalan yang sangat penting yaitu memberikan pelayanan kepada pengguna jalan yang optimal maka diperlukan perencanaan jalan yang memadai, salah satunya adalah perencanaan geometrik jalan.

2.1       Tujuan
Tujuan perencanaan geometric jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang nyaman, efisien pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan rasio penggunaan / biaya pelaksanaan ruang bentuk dan ukuran jalan yang baik dan dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Dalam perencanaan geometrik jalan, untuk mendapatkan hasil yang maksimal didasarkan pada sifat gerakan dan ukuran kendaraan sifat pengemudi dalam mengendalikan kendaraan dan karakteristik arus lalu lintas.


3.1       Perencanaan
Perencanaan Geometrik Jalan Raya ini meliputi perhitungan trase jalan, penampang melintang, pelabaran jalan pada tikungan, jarak pandangan henti, alinemen horizontal, alinemen vertikal, stasioning, saluran atau drainase dan pekerjaan tanah.


























BAB II
DASAR TEORI

2.1.          Klasifikasi Jalan
Dalam menentukan sebuah jalan, klasifikasi jalan merupakan hal yang paling utama, mengingat pelayanan yang harus disediakan oleh sebuah jaln. Adapun dengan adanya klasifikasi jalan, maka dapat diambil suatu pedoman yang dapat ditetapkan dengan syarat minimum.
Dari data yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Lhokseumawe, jalan ini direncanakan sebagai jalan penghubung setingkat dengan jalan sekunder atau jalan kelas IIc. Penggolongan jalan tersebut didasari table 2.1
Tabel 2.1   Klasifikasi Jalan
KLASIFIKASI
Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Dalam smp
FUNGSI
KELAS
Utama
Sekunder


Penghubung
I
II A
II B
II C
III
20.000
6.000 sampai 20.000
1.500 sampai 8.000
2.000
-
Sumber : Peraturan Perencanaan Goemetrik Jalan Raya No: 13/1970, Dirjen Bina Marga

Menurut Silvia Sukirman dalam perencanaan suatu jalan sepantasnya disesuaikan dengan keadaan medan. Keseimbangan antara fungsi jalan dan keadaan medan akan menentukan biaya pembangunan jalan tersebut. Medan dikatakan datar jika kecepatan dan kendaraan truk sama atau mendekati kecepatan mobil penumpang. Medan dikatakan pegunungan jika kecepatan jalan tersebut dengan frekwensi yang sering dilalui. Medan datar, perbukitan, dan pegunungan dapat pula dibedakan dari data besarnya kemiringan melintang rata-rata dari potongan melintang tegak lurus sumbu jalan.

Spesifikasi Standar untuk perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota dari Bipran, Bina Marga (Rancangan Akhir) memberikan ketentuan sebagai berikut :
Jenis Jalan                                               Kemiringan melintang rata-rata
Datar                                                                       0 - 9,9 %
Perbukitan                                                             10 - 24,9 %
Pegunungan                                                               > 25,0 %

Dari klasifikasi medan seperti diatas lebih dimengerti jika kecepatan rencana daerah datar lebih besar dari daerah perbukitan dan kecepatan didaerah perbukitan lebih besar dari daerah pegunungan.

2.2.          Perhitungan Jarak Titik PI
Menurut Soetomo Wongsotjitro (1993), untuk menentukan jarak antara dua titik PI dapat menggunakan persamaan rumus (2.1) dibawah ini :
……………….....…………………..(2.1)
Dengan :
Dab    = Jarak antara titik a dan b
Xa,Ya = Koordinat titik a
Xb,Yb = Koordinat titik b

2.3.          Sudut Putar Lengkung
Menurut buku konstursi Jaln Raya I (1986), bahwa besarnya sudut putar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan pada rumus (2.2) dibawah ini :
arctgarcg ...........................................(2.2)
Dengan :
X1,Y1 = Koordinat dari titik 1
X2,Y2 = Koordinat dari titik 2
X3,Y3 = Koordinat dari titik 3

B(X2,Y2)
 
Dari persamaan diatas dapat diketahui jarak antar titik 1 dan titik 2 dan besar sudut putar yang menghubungkan titik 1 dan titik 2 serta titik 3, seperti gambar 2.2 dibawah ini :


 





Gambar 2.1

Selain dengan persamaan di atas, dapat juga denga cara grafis untuk mengukur besarnya sudut.

2.4.        Alinemen Horizontal
Menurut Silvia Sukirman (1994), aliyemen horizontal garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang horizontal yang disebut dengan gambar trase jalan. Untuk menentukan trase yang paling tepat untuk membangun suatu jalan yang dijadikan suatu pegangan dasar dalam perencanaan aliyemen horizontal adalah pencapaian keseimbangan antara besarnya kecepatan rencana dan bentuk serta keadaan umum jalan raya, sehingga dapat menjamin keamanan serta kenyamanan jalannya kendaraan.

2.4.1.      Bentuk Tikungan Full Circle (FC)
Bentuk tikungan ini dipergunakan jika jari-jari rencana yang dipergunakan minimal sesaui dengan table 2.3 yang diperlihatkan pada halaman
Menurut Silvia Sukirman (1994), untuk menghitung tikungan full circle dapat menggunakan persamaan pada rumus (2.3),(2.4) dan (2.5) di bawah ini :
Tc = R . tan ½ . …………………………………………………....(2.3)
Ec = Tc . tan ½ .……………………….……………………….…..(2.4)
Lc = ……………………………………………………….(2.5)
Dengan :
R = Jari-jari kelengkungan (m)
Ec = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
 = Sudut tangen ()
Lc = Panjang bagian lengkung (m)
Tc = Jarak antara Tc ke PI dan PI ke Tc (m)
Adapun gambar dari bentuk tikungan Full Circle (FC) dpiperlihatkan pada gambar 2.2


 



















Gambar 2.2 Tikungan Full Circle
Sumber     : Silvia Sukirman, “ Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan Raya”,  1994



2.4.2.      Bentuk Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS)
Bentuk tikungan ini merupakan peralihan berbentuk sepiral yang menghubungkan bagian lurus ke radius tak berhingga dari awal spiral dan bagian berbentuk lingkaran, panjang SCS diperhitungkan dengan mempertimbangkan perubahan gaya sentrifugal.
Menurut Silvia Sukirman, untuk menghitung tikungan Spiral Circel Spiral dapat menggunakan persamaan rumus (2.6),(2.7),(2.8),(2.9),(2.10),(2.11),(2.12), dan (2.13) di bawah ini :
.............................................................................................(2.6)
................................................................................................(2.7)
Lc = .....................................................................................(2.8)
Ts = (R + P) tan ½ .  + k.....................................................................(2.9)
Es = (R + P) sec ½ . - R....................................................................(2.10)
Lt = 2 x Ls + Lc....................................................................................(2.11)
k  = Ls - ....................................................................(2.12)
p  = .......................................................................(2.13)


Dengan :
Ts   = Jarak antara titik Ts dan PI (m)
Es   = jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Ls   = Panjang Lengkung (m)
Lt    = Panjang bagian tikungan total (m)
Ls    = Panjang Lengkung Spiral (m)
R     = Jari-jari kelengkungan (m)
    = Sudut tangen (
   = Sudut busur lingkaran (
   = Sudut Spiral (
  P   = Jarak antara tangent dan busur lingkaran (m)
  k   = Jarak antara Ts dan Cs pada garis lurus (m)


Adapun gambar dari tikungan Spiral Circle Spiral (SCS) diperlihatkan pada gambar 2.3:


 




















Gambar 2.3 :  bentuk Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS)
Sumber     : Silvia Sukirman, “ Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan Raya”,  1994
2.4.3.      Bentuk Tikungan Spiral Spiral (SS)
Bentuk tikungan jenis ini dipergunakan pada tikungan yang tajam, tikungan ini dianjurkan dalam perencanaan untuk tidak digunakan kecuali pada daerah yang memaksa.
Untuk menghitung Spiral Spiral suatu tikungan, menurut Silvia Sukirma (1994), dapat menggunakan persamaan rumus (2.14), (2.15), (2.16), (2.17), (2.18), (2.19), dan (2.20) di bawah ini :
   = ½ ...........................................................................................(2.14)
  Ls  = .....................................................................................(2.15)
 Ts   = (R + P) tan ½ . + k.................................................................(2.16)
 Es   = ((R + P) sec ½ . - R................................................................(2.17)
 p     =  ..................................................................(2.18)
 k     = Ls - ................................................................(2.19)
 L     = 2 x Ls........................................................................................(2.20)

Dengan :
 = Sudut Spiral (
 Ls = Panjang Lengkung Spiral (m)
  = Sudut tangen (
 Ts = Jarak antra titik Ts dan PI (m)
 Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
  L  = Panjang bagian tikungan (m)
  R  = Jari-jari rencana (m)
  p  = Jarak antara tangent dan busur lingkaran (m)
  k = Jarak antara TS dan Cs pada garis lurus (m)


Adapun bentuk dari tikungan Spiral Spiral diperlihatkan pada gambar 2.4:


 













Gambar 2.4 :  bentuk Tikungan Spiral Spiral (SS)
Sumber     : Silvia Sukirman, “ Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan Raya”,  1994

2.5.          Superelevasi
Menurut Silvia Sukirman (1994), Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada lengkung horisontal (tikungan atau belokan) yang bertujuan untuk memperoleh gaya berat kendaraan guna mengimbangi gaya sentrifugal yang terjadi. Diagram superelevasi adalah suatu diagram yang menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang disetiap titik suatu lengkung horizontal yang direncanakan.
Untuk jalan raya dengan median cara pencapaian kemiringan tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan dan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-masing jalur jalan sebagi sumbu putar.
  2. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi median sebagai sumbu putar, sedang median dibuat tetap dalam keadaan datar.
  3. Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu putar adalah sumbu median.

2.6.         Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
Untuk mendapatkan tingkat pelayanan suatu jalan selalu tetap sama, baik pada bagian yang lurus atau pada tikungan perlu adanya pelebaran perkerasan pada tikungan.
Pada umumnya kendaraan yang melintas tikungan dengan kecepatan tertentu tidak dapat mengikuti lintasan menurut jalur yang tersedia. Hal ini direncanakan pada saat membelok terjadi sudut belokan yang hanya terjadi pada roda depan, sedangkan roda belakang akan mengambil lintasan ke dalam. Oleh karena itu perlu diberi pelebaran perkerasan pada tikungan baik sebelah luar ataupun sebelah dalam sesuai dengan jari-jari tikungan dan kecepatan rencana.
Menurut Silvia Sukirman (1994), pelebaran perkerasan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
B = …………………..(2.21)
Z = ………………...………………………………….....…(2.22)
Bt = n . (B + c) + Z………………………………………………….(2.23)
b = Bt – Bn….…………………………………………………….(2.24)
Rc = Radius lajur sebelah dalam – Lebar perkerasan + ½ . b.............(2.25)
Keterangan :
B   =   lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan.  
Rc  = Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan yang besarnya dipengaruhi oleh sudut  (m)
Z    =  lebar tambahan akibat kerusakan mengemudi di tikungan (m)
V   =  Kecepatan rencana (Km/jam)
Bt  =  Lebar total perkerasan (m)
n    =  Jumlah jalur (2 arah)
B    =  Lebar kendaraan (ditetapkan 2,5 m)
c     =  Kebebasan samping (ditetapkan 0,5 m), untuk lebar jalan 6 m
b =  tambahan lebar perkerasan (m)
Bn  =  Lebar total pada bagian lurus (m)

2.7.        Jarak Pandangan
Jarak pandang adalah panjang jalan didepan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi. Keamanan dan kenyamanan pengemudi kendaraan untuk dapat melihat dengan jelas dan menyadari situasinya pada saat mengemudi, sangat tergantung pada jarak yang dapat dilihat dari tempat kedudukannya. Menurut Silvia Sukirman (1994) jarak pandang adalah panjang jalan didepan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi.
Jarak pandang dibedakan atas dua bagian yaitu jarak pandangan henti, jarak pandangan menyiap.


2.7.1.      Jarak Pandangan Henti
Jarak pandangan henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk dapat menghentikan kendaraannya, maka pada setiap panjang jalan lurus harus dipenuhi paling sedikit sejarak pandangan henti minimum.
Untuk menghitung jarak pandangan henti dipergunakan persamaan dibawah ini :
d = d1 + d2……………………………………...…………………….(2.26)

Keterangan :
d   = Jarak pandangan henti (m)
d1 = Jarak waktu reaksi (m)
d2 = Jarak mengerem (m)

Untuk menghitung jarak waktu reaksi (d1), dipergunakan persamaan berikut :
d1 = 0,278 . V . t...................................................................................(2.27)

Keterangan :
d1 = Jarak waktu reaksi (m)
V  = Kecepatan rencana (km/jam)
 t   = Waktu reaksi (diambil 2,5 detik)
Untuk menghitung jarak waktu reaksi (d2), dipergunakan persamaan berikut :
D2 = ...............................................................................(2.28)
Keterangan :
d2  = Jarak mengerem (m)
V   = Kecepatan rencana (km/jam)
Fm = Koefisien gesekan memanjang
L    = Landai jalan (%)

2.7.2.      Jarak Pandangan Menyiap
Menurut Silvia Sukirman (1994), Jarak pandangan menyiap adalah jarak pandangan yang dibutuhkan untuk menyiap kendaraan lain yang ada pada jalur jalannya.
Untuk memperoleh jarak pandangan menyiap, dipergunakan persamaan berikut :
d (JPM) = d1 + d2 + d3 +d4.................................................................(2.29)

Ketengan :

d (JPM) = jarak pandangan menyiap (m)
d1          = Jarak yang ditempuh kendaraan ketika hendak menyiap selama waktu reaksi dan waktu membawa kendaraan yang hendak membelok ke jalur kanan (m)
d2          = Jarak selama kendaraan menyiap berada pada lajur kanan (m)
d3          = Jarak bebas antara kendaraan yang datang dari arah berlawanan pada saat kendaraan yang menyiap kembali ke jalur semula (30 – 100 m)
d4           = Jarak yang ditempuh kendaraan yang datang dari depan arah yang berlawanan (m)

Untuk memperoleh besaran tersebut, digunakan persamaan berikut :
d1 = 0,278 . t(V – m +................................................................(2.30)
d2 = 0,278 . V . t................................................................................(2.31)
d3 = diambil (30-100)...........................................................................(2.32)
d4 = 2/3 . d2..........................................................................................(2.33)
Keterangan :
T1 = Waktu reaksi (waktu pive), tergantung pada kecepatan, besarnya antara 3,6 – 4,3 detik
T2 = Waktu kendaraan yang menyiap yang berada di jalur sebelah kanan besarnya antara 9,3 – 10,4 detik
V  = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap dan kendaraan yang disiap (15 km/jam)
A  = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan (2,26 – 2,36 km/jam/detik)

2.8.          Kebebasan Samping
Menurut Djamal Abdat (1981), kebebasan smaping pada tikungan merupakan salah satu syarat yang penting untuk keamanan. Penghalang-penghalan ini dapat berupa lereng galian tikungan hutan dan lain-lain. Dalam menentukan jarak pandangan bebas pada tikungan terdapat dua kasus, yaitu :
  1. Untuk kasus pertama (S > L), dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan 2.34 :
M = R  + ½ (S - L) sin .....................................(2.34)
  1. Untuk kasus kedua (S , L) dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan 2.35 :
M = R .........................................................................(2.35)
2.9.          Stasioning
Menurut Silvia Sukirman (1994), menyatakan bahwa stasioning panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberi nomor pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan Sta dibutuhkan sebagai sarana komunikasi untuk mengenal lokasi yang sedang menjadi panduan untuk lokasi suatu tempat. Di samping itu pemberian nomor jalan tersebut memberikan informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan. Nomor jalan atau Sta sama fungsinya dengan patok kilometer disepanjang jalan.
Pada tikungan pemberian nomor dilakukan pada setiap titik penting, jadi terdapat Sta titik TC dan Sta titik CT pada tikungan Full Circle. Sta titik TS, Sta titik SC, Sta titik CS dan Sta titik ST pada tikungan Spiral Circle Spiral. Sta titik TS, Sta titik SCS dan Sta titik ST pada tikungan Spiral Spiral.
Sta titik A   =  0+000
Sta TC      =  Sta titik A + d1 + TC
Sta CT      = Sta TC + Lc
Sta TS       = Sta CT + (d2 – TC – TS)
Sta SC       = Sta TS+ LS
Sta CS       = Sta SC + LC
Sta ST       = Sta CS + LS
Pada jalan ditentukan pada peta situasi (kontur). Jarak antara kedua titik-titik tersebut berguna untuk menentukan jarak tiap-tiap stasion.

2.10.    Alinyemen Vertikal
Alinemen vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan untuk median.
 Dengan demikian alinemen vertikal menyatakan bentuk geometric jalan dalam bentuk arah vertikal. Bentuk dari penampang memanjang sangat menentukan jalannya kendaraan yang melewati jalan tersebut, karena memberi pengaruh yang sangat besar terhadap kecepatan, kemampuan percepatan, kemampuan perlambatan, kemampuan untuk berhenti, jarak pandangan dan kenyamanan pengemudi kendaraan tersebut. Maka berbeda dengan aliyemen horizontal, pada aliyemen vertikal perhatian tidak hanya ditujukan pada bagian yang lengkung, tetapi justru pada bagian jalan yang lurus, yang pada umumnya merupakan suatu kelandaian.

2.10.1.  Kelandaian Pada Alinemen Vertikal
Kelandaian jalan adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya kenaikan atau penurunan vertikal dalam suatu jarak mendatar dan biasanya dinyatakan dalam persen.
Kemampuan kendaraan pada landai umumnya ditentukan oleh kekuatan mesin dan bagian teknis dari kendaraan itu. Mobil penumpang biasanya tidak mempunyai persoalan untuk mendaki sampai kelandaian 10 %, karena tenaga mesin yang cukup besar, sehingga tidak dapat dijadikan dasar penetapan perencanaan kelandaian. Karena itu dalam daerah pendakian yang panjang, truk akan kehabisan tenaga sehingga berjalan dengan kecepatn yang sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibuat batasan seperti table dibawah ini.

Tabel 2.3 Landai Maksimum
Kecepatan Rancana
80
60
50
40
30
20
Kelandaian Maksimum Standar (%)
4
5
6
7
8
9
Kelandaian Maksimum Mutlak (%)
8
9
10
11
12
13
Sumber : Spesifikasi Standar Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir), 1990

Tidak hanya kelandaian yang dibuat batasan, tetapi dibuat pula suatu batasan lain yang disebut panjang kritis atau panjang maksimum landai.
BAB III
PENGOLAH DATA DAN ANALISA

1.1              Klasifikasi Jalan
Berdasarkan hasil survey diperoleh data kendaraan yang melintas sebagai berikut :
1.      Sepeda                                                                     100  Unit
2.      Mobil penumpang / sepeda motor                         2340  Unit
3.      Truk ringan  < 5 ton                                                 400  Unit
4.      Truk sedang  > 5 ton                                                780  Unit
5.      Truk berat     > 10 ton                                              200  Unit
6.      Bus                                                                           300  Unit
7.      Kendaraan                                                                180  Unit

            Diperoleh LHR ( Lalu lintas Harian Rata-rata ) sebagai berikut :
  1. Sepeda                                             = 0,5 x 100      =      50  Smp
  2. Mobil penumpang / sepeda motor    = 1,0 x 2340    =  2340  Smp
  3. Truk ringan  < 5 ton                         = 2,0 x 400      =    800  Smp
  4. Truk sedang  > 5 ton                        = 2,5 x 780      =  1950  Smp
  5. Truk berat     > 10 ton                      = 3,0 x 200      =    600  Smp
  6. Bus                                                   = 3,0 x 300      =    900  Smp
  7. Kendaraan                                        = 7,0 x 180      =  1260  Smp
                                                                    Jumlah LHR    =  7900  Smp

            Diperoleh LHR sebesar 7900  Smp. Berdasar kan PPGJR No. 13/1970 hal 4 maka jalan tersebut diklasifikasikan sebagai Jalan kelas II B dengan ketentuan sebagai berikut:   




Ketentuan Perencana
Klasifikasi Medan
        D                   B               G
Lalu lintas harian rata-rata LHR Smp
Kecepatan Rencana ( km/jam )
Lebar daerah pengerasan min (m)
Lebar pengerasan   (m)
Lebar median min  (m)
Lebar bahu   (m)
Lereng melintang perkerasan
Lereng melintang bahu
Jenis lapisan permukaan jalan
Miring tikungan maksimum
Jari-jari lengkung min (m)
Ladai maksimum

1500 – 8000

     80                   60                  40
     30                   30                  30
2 x 3.50
   3.00                 2.50                2.50
2 %
6%
Penetrasi Berganda atau setaraf
10 %
    210                  115                  50
    5 %                   7%                 8%
                                                                                              
1.2              Penentuan Titik Koordinat
Koordinat Titik = Koordinat yg ditinjau ± Jarak pada Kontur * Skala

Titik  A :          XA = 268315 m                      
                        YA = 569969 m
Titik  PI1 :        X1  = 268443 m                                              
                        Y1  = 570094 m          
Titik  PI2 :        X2  = 268639 m                      
                        Y2  = 570081 m          
Titik PI3 :         X3  = 268806 m                                  
                        Y3  = 570175 m
 Titik B :         XB   = 268911 m
                       YB  = 570162 m   
































1.3      Perhitungan Jarak Antar Titik
           
            Jarak titik  A ke PI      =  L1
                                       L1     =
=
=  178,9 m

            Jarak titik  PI1 ke PI2  =  L2
                                          L2  =
                                                 =
                                                 =  196,4 m

            Jarak titik  PI2 ke PI3   =  L3
                                          L3   =
                                                 =
                                                 =  191,6 m
           
            Jarak titik  PI3 ke B     =  L4
                                        L4    =
                                                 =
                                                 =  105,8 m

Maka Total Panjang Trase Bruto = 178,9 m + 196,4 m +191,6 m + 105,8 m
                                                     = 672,7 m
                                                     =  0 + 672,7 m

1.4        Perhitungan Sudut Putar Tikungan ()
Pada potongan titik yang di bentuk oleh dua garis sudut di peroleh titik sudut, dimana sebenarnya titik tersebut mempengaruhi perencanaan bentuk lengkung suatu tikungan.  
     1.    Tikungan  PI1
                              1    =  
                         =  
                                     =  
                              1    =   48,11 o       
     2.    Tikungan  PI2
                              2    =  
                         =  
                                     =  
                              2    =   33,16 o

           
     3.    Tikungan  PI3
                              3    =  
                         =  
                                     =  
                              3    =   36,43 o


1.5        Alinyemen Horizontal
1.5.1        Tikungan PI1
Diperoleh Data Sebagai Berikut :
-          Bentuk Tikungan Spiral-Spiral (S-S).
-          Klasifikasi Medan Jalan Arteri Berbukit.
-          Kelas Jalan IIB dengan lebar jalan 2 x 3,5 m.
-          1  =  48,11 o
-          Kecepatan rencana (VR) = 70 km/jam (Tabel 2.4 ; KJR Hal : 34).
-          emax = 10 % dengan Metode Bina Marga.

Menghitung Elemen Tikungan
-          Berdasarkan tabel 4.3 (KJR ; Ir. Hamirhan Saodang MSCE. Hal : 62) untuk VR = 70 km/jam diperoleh Rmin = 165 m
Syarat Rc > Rmin , maka diperoleh berdasarkan tabel LS2 (KJR : Lampiran 2) diambil :
Rc = 179 m , e = 9,8 %
                       =  150,3 m
-     Periksa Ls > Lsmin
                                 (KJR ; Tabel 4.7 Hal:  69)
               = 136,36 (2 % + 9,8 %) x 3,5                 B = Lebar Jalan
               = 136,36 (2 % + 9,8 %) x 3,5
                Lsmin   =  56,32 m
                Ls > Lsmin    ( OK)  

-     Perhitungan Pergeseran Tangen Terhadap Spiral (P)
      Harga P* dan K* berdasarkan  (Tabel 4.9 ; KJR, Hal : 77)
                P* = 0,03629996   dan    K* = 0,4969978
                            P  = P* x Ls                     K  = K* Ls
                                = 5,45 m                          = 74,69 m

-     Perhitungan Parameter Tikungan Lainnya :
     
          
           = 151,31 m

             

                    Ltotal  =  2 x Ls
                              =  2 x 150,3
                              =  300,6 m
Berdasarkan Hasil Perhitungan diatas, Maka Didapatkan Data-data :
VR  =  70 km/jam                    L1  =  178,9 m
1   =   48,11 o                                 e    =  9,8 %
  =   24,06 o                                 Ls  =  150,3 m
Rc  =   179 m                          Lc  =  0
Es   =   22,99 m                      P    =  5,45 m
Ts  =    151,31 m                    K   =  74,69 m
L2   =    196,4 m

1.5.2        Tikungan PI2
Diperoleh Data Sebagai Berikut :
-          Bentuk Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S).
-          Klasifikasi Medan Jalan Arteri Berbukit.
-          Kelas Jalan IIB dengan lebar jalan 2 x 3,5 m.
-          2  =  33,16 o
-          Kecepatan rencana (VR) = 70 km/jam (Tabel 2.4 ; KJR Hal : 34).
-          emax = 10 % dengan Metode Bina Marga.

Menghitung Elemen Tikungan
-          Berdasarkan tabel 4.3 (KJR ;Hal : 62) untuk VR = 70 km/jam dan       e= 10 % diperoleh Rmin = 157 m
Syarat Rc > Rmin , maka diperoleh berdasarkan tabel LS2 (KJR : Lampiran 2) diambil :
Rc = 179 m , e = 9,8 %  dan LS = 60 m
Menurut TPGJAK 038/T/BM/1997 menyaratkan harga terbesar dari tiga nilai akan diambil sebagai nilai LS minimum.
Cek 1.  



Cek 2. Modifikasi Shortt Formula
  
                      Ambil yang terbesar Lsmin = 58,3 m      
                       Maka Ls = 60 m > Lsmin­ ­ = 58,3   (OK)
-          Perhitungan Parameter Tikungan lainnya :
    
                    LTotal = Lc + 2 Ls
     = 43,59 + 2 x 60
     = 163,59 m

Berdasarkan Hasil Perhitungan diatas, Maka Didapatkan Data-data :
VR  =  70 km/jam                       Lc   =  43,59 m
2   =   33,16 o                                                =  9,6 o
Rc  =   179 m                            Ts      =  82,04 m
e    =  9.8 %                               Es    =  8,65 m
LS   =  60 m                                K     =   30 m
L2   =  196,4 m                           Xs    =  59,8 m
L3  =  191,6 m                           Ys     = 3,4 m
P   =  0,85 m                                        Ltotal   = 163,59 m


1.5.3        Tikungan PI3
Diperoleh Data Sebagai Berikut :
-          Bentuk Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S).
-          Klasifikasi Medan Jalan Arteri Berbukit.
-          Kelas Jalan IIB dengan lebar jalan 2 x 3,5 m.
-          3  =  36,14 o
-          Kecepatan rencana (VR) = 70 km/jam (Tabel 2.4 ; KJR Hal : 34).
-          emax = 10 % dengan Metode Bina Marga.

Menghitung Elemen Tikungan
-          Berdasarkan tabel 4.3 (KJR ;Hal : 62) untuk VR = 70 km/jam dan       e= 10 % diperoleh Rmin = 157 m
Syarat Rc > Rmin , maka diperoleh berdasarkan tabel LS2 (KJR : Lampiran 2) diambil :
Rc = 179 m , e = 9,8 %  dan LS = 60 m
Menurut TPGJAK 038/T/BM/1997 menyaratkan harga terbesar dari tiga nilai akan diambil sebagai nilai LS minimum.
Cek 1.  
Cek 2. Modifikasi Shortt Formula
 
                      Ambil yang terbesar Lsmin = 58,3 m      
                       Maka Ls = 60 m > Lsmin­ ­ = 58,3   (OK)
-          Perhitungan Parameter Tikungan lainnya :
    
                    LTotal = Lc + 2 Ls
     = 52,90 + 2 x 60
     = 172,90 m

Berdasarkan Hasil Perhitungan diatas, Maka Didapatkan Data-data :
VR  =  70 km/jam                       Lc   =  52,90 m
3   =   36,14 o                                             =  9,6 o
Rc  =   179 m                            Ts      =  89,18 m
e    =  9.8 %                               Es    =  10,18 m
LS   =  60 m                                K     =   30 m
L3   =  191,6 m                           Xs    =  59,8 m
L4  =  105,8 m                           Ys     = 3,4 m
P   =  0,85 m                                        Ltotal   = 172,90 m





















1.6        Diagram Superelevasi
1.6.1        Diagram superelevasi Spiral-Spiral (S-S)
Diketahui data-data sebagai berikut :
VR  =  70 km/jam                    L1  =  178,9 m
1   =   48,11 o                                 e    =  9,8 %
  =   24,06 o                                 Ls  =  150,3 m
Rc  =   179 m                          Lc  =  0
Es   =   22,99 m                      P    =  5,45 m
Ts  =    151,31 m                    K   =  74,69 m
L2   =    196,4 m
1.6.2        Diagram superelevasi Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Diketahui data-data sebagai berikut :
VR  =  70 km/jam                       Lc   =  43,59 m
2   =   33,16 o                                                =  9,6 o
Rc  =   179 m                            Ts      =  82,04 m
e    =  9.8 %                               Es    =  8,65 m
LS   =  60 m                                K     =   30 m
L2   =  196,4 m                           Xs    =  59,8 m
L3  =  191,6 m                           Ys     = 3,4 m
         P   =  0,85 m                                        Ltotal   = 163,59 m

1.6.3        Diagram superelevasi Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Diketahui data-data sebagai berikut :
VR  =  70 km/jam                       Lc   =  52,90 m
3   =   36,14 o                                             =  9,6 o
Rc  =   179 m                            Ts      =  89,18 m
e    =  9.8 %                               Es    =  10,18 m
LS   =  60 m                                K     =   30 m
L3   =  191,6 m                           Xs    =  59,8 m
L4  =  105,8 m                           Ys     = 3,4 m
P   =  0,85 m                                        Ltotal   = 172,90 m

1.7        Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
1.7.1        Pelebaran pada PI1
-    Jarak antar gandar                               (P)   = 6,5 m
-    Tonjolan depan kendaraan                  (A)   = 1,5 m
-    Lebar kendaraan                                  (b)   = 2,5 m
-    Kecepatan rencana                              (VR) = 70 km/jam
-    Jari-jari rencana                                  (R)   = 179 m
-    Kebebasan samping                            (C)   = 1 m

Berdasarkan TPGJAK 1997 (Lampiran 22; Konstruksi Jalan Raya) untuk tikungan 2 x 3,5 m, 2 arah atau 1 arah dengan:
R   = 179 m
VR = 70 km/jam
= 0,8 m
 maka diambil yang terbesar dari hasil perhitungan  = 0,91 m


1.7.2        Pelebaran pada PI2
-    Jarak antar gandar                               (P)   = 6,5 m
-    Tonjolan depan kendaraan                  (A)   = 1,5 m
-    Lebar kendaraan                                  (b)   = 2,5 m
-    Kecepatan rencana                              (VR) = 70 km/jam
-    Jari-jari rencana                                  (R)   = 179 m
-    Kebebasan samping                            (C)   = 1 m

Berdasarkan TPGJAK 1997 (Lampiran 22; Konstruksi Jalan Raya) untuk tikungan 2 x 3,5 m, 2 arah atau 1 arah dengan:
R   = 179 m
VR = 70 km/jam
= 0,13 m
            maka diambil yang terbesar dari hasil perhitungan  = 0,35 m



1.7.3        Pelebaran pada PI3
-    Jarak antar gandar                               (P)   = 6,5 m
-    Tonjolan depan kendaraan                  (A)   = 1,5 m
-    Lebar kendaraan                                  (b)   = 2,5 m
-    Kecepatan rencana                              (VR) = 70 km/jam
-    Jari-jari rencana                                  (R)   = 179 m
-    Kebebasan samping                            (C)   = 1 m
Berdasarkan TPGJAK 1997 (Lampiran 22; Konstruksi Jalan Raya) untuk tikungan  2 x 3,5 m, 2 arah atau 1 arah dengan:
R   = 179 m
VR = 70 km/jam
= 0,8 m
 maka diambil yang terbesar dari hasil perhitungan  = 0,91 m




1.8        Perhitungan Jarak Pandang
1.8.1        Jarak Pandang Henti (Jh)
Menurut Buku Konstruksi  Jalan Raya hal : 40, untuk jalan dengan kelandaian  tertentu di pakai rumus      
            Dimana : VR = Kecepatan Rencana
                              T = Waktu Tanggap, ditetapkan 2,5 detik
F = Koefisien gesek (Lihat KJR, hal: 38), dipakai untuk VR< 80               
                                    adalah f = -0,00065 VR + 0,192
                              L = Landai Jalan (%)

-    Perhitungan  Jarak Pandang Henti pada Tikungan PII
    VR = 70 km/jam
    T  = 2,5 detik
   F = -0,00065 (70) + 0,192) = 0,15
   L = 9,8 %
   Maka:

-    Perhitungan  Jarak Pandang Henti pada Tikungan PI2
    VR = 70 km/jam
    T  = 2,5 detik
    F = -0,00065 (70) + 0,192 = 0,15
    L = 9,8 %
 


   Maka:
-    Perhitungan  Jarak Pandang Henti pada Tikungan PI3
    VR = 70 km/jam
    T  = 2,5 detik
    F = -0,00065 (70) + 0,192 = 0,15
    L = 9,8 %
   Maka:

1.8.2        Jarak Pandang Mendahului (Jd)
                  Menurut Buku Konstruksi  Jalan Raya hal : 41-42, jarak pandang mendahului dihitung dengan rumus Jd = d+ d2 + d3 + d4  
Dimana :
a = 2,052 + 0,0036 VR = 2,3 km/jam/detik
                                                  T1 = 2,12 + 0,026 VR = 3,94 detik
                                    m = diambil antara 10-15 km/jam
d3 = antara 30-100m (Berdasarkan Tabel 2.6 KJR hal 42 didapat d3 = 55m)
-          Perhitungan Jarak Pandang Mendahului Pada Tikungan PI1
        VR = 70 km/jam
      a    = 2,3 km/jam/detik
      T1   = 3,94 detik
       T2  = 9,92 detik
      M   = 15 km/jam
     
      d3 = 55 m
     
Maka Jd = d1 + d2 + d3 + d4
              = 65,21 + 193,04 + 55 + 128,7
              = 441,95 m  > L1 = 178,9 m (Tidak dapat mendahului)
Dapat diambil kesimpulan bahwa jarak pandang mendahului (Jd) dengan perbedaan kecepatan (m) 10-15 km/jam terhadap hasil perhitungan yang didapat :
Jd = 441,95 lebih besar dari panjang jalan L1 = 188,3 m, maka tidak bisa untuk mendahului kendaraan lain dengan m = 10-15 km/jam atau lebih besar.

-          Perhitungan Jarak Pandang Mendahului Pada Tikungan PI2
        VR = 70 km/jam
      a    = 2,3 km/jam/detik
      T1   = 3,94 detik
       T2  = 9,92 detik
      M   = 15 km/jam
     
      d3 = 55 m
     
Maka Jd = d1 + d2 + d3 + d4
              = 65,21 + 193,04 + 55 + 128,7
              = 441,95 m  > L1 = 196,4 m (Tidak dapat mendahului)
Dapat diambil kesimpulan bahwa jarak pandang mendahului (Jd) dengan perbedaan kecepatan (m) 10-15 km/jam terhadap hasil perhitungan yang didapat :
Jd = 441,95 lebih besar dari panjang jalan L2 = 196,4 m, maka tidak bisa untuk mendahului kendaraan lain dengan m = 10-15 km/jam atau lebih besar.

-          Perhitungan Jarak Pandang Mendahului Pada Tikungan PI3
        VR = 70 km/jam
      a    = 2,3 km/jam/detik
      T1   = 3,94 detik
       T2  = 9,92 detik
      M   = 15 km/jam
     
      d3 = 55 m
     
Maka Jd = d1 + d2 + d3 + d4
              = 65,21 + 193,04 + 55 + 128,7
              = 441,95 m  > L3 = 191,6 m (Tidak dapat mendahului)

Dapat diambil kesimpulan bahwa jarak pandang mendahului (Jd) dengan perbedaan kecepatan (m) 10-15 km/jam terhadap hasil perhitungan yang didapat :
Jd = 441,95 lebih besar dari panjang jalan L1 = 191,6 m, maka tidak bisa untuk mendahului kendaraan lain dengan m = 10-15 km/jam atau lebih besar.

1.9.            Perhitungan Kebebasan Samping
1.9.1        Perhitungan Kebebasan Samping pada Tikungan PI1 (S-S)
R         = 179 m
L          = 2 . Ls = 300,6 m
S (Jh)   = 126,44 m
Kontrol : S(Jh) < L    
R= R – ¼ x  Lebar jalan
                = 179 – ¼ x 7
    = 177,25 m
           

1.9.2        Perhitungan Kebebasan Samping pada Tikungan PI2 (S-C-S)
            R          = 179 m
L          =  Ltotal = 163,59 m
S (Jh)   = 150,72 m
Kontrol : S(Jh) < L    
R= R – ¼ x Lebar jalan
    = 179 – ¼ x 7
                = 177,25 m
           
1.9.3        Perhitungan Kebebasan Samping pada Tikungan PI3  (S-C-S)
            R         = 179 m
L          =  Ltotal = 154,97 m
S (Jh)   = 126,44 m
Kontrol : S(Jh) < L   
 R= R – ¼ x Lebar jalan
     = 179 – ¼ x 7
     = 177,25 m
           



1.10.        Perhitungan Titik-Titik Stationing
Sta . A   = 0 + 000
Sta . PI1 = Sta . A + L1
              = (0 + 000) + 178,9
              = 0 + 178,9
Sta . TS  = Sta . PI1 – TS
              = (0 + 178,9) – 151,31
              = 0 + 27,59
Sta . ST  = Sta . TS + 2LS
              = (0 + 27,59) + 2 x 150,3
              = 0 + 328,19
Sta . PI2 = Sta . ST + L2 - TS
              = (0 + 328,19) + 196,4 – 151,31
              = 0 + 373,28
Sta . TS  = Sta . PI2 – TS
              = (0 + 373,28) – 82,04
              = 0 + 291,24
Sta . ST  = Sta . TS + LS
              = (0 + 291,24) + 151,31
              = 0 + 442,55
Sta . PI3 = Sta . CT + L3- TS
              = (0 + 442,55) + 191,6 – 82,04
              = 0 + 552,11
Sta . TS  = Sta . PI3 – TS
              = (0 + 552,11) – 87,18
              = 0 + 464,93
Sta . ST  = Sta . TS + Ltotal
              = (0 + 464,93) + 172,90
              = 0 + 637,83


Sta . B   = Sta . ST + L4 - TS
              = (0 + 637,83) + 105,8 – 87,18
              = 0 + 656,45

Jadi, Panjang Jalan Rencana dari A – B adalah 656,45 m = 0,656 km + 0,45 m

1.11.        Perhitungan Alinyemen Vertikal

1.11.1    Lengkung Cekung PPV1
Sta 0+200
Tinggi eleviasi    = 10 m
Landai Jalan (q1)           = 0 %


 








Diketahui data-data sebagai berikut :
V Rencana                                 = 70 km/jam
Kelandaian Jalan           :           q1 = 0%
                                                   q2 = 3,5%

Maka besarnya perbedaan aljabar kelandaian :
     A       = q1 + q2
               = 0 + 3,5
               =  3,5 %
Tinggi elevasi = 17 m

Mencari panjang L pada lengkung vertikal cekung :
A.      Berdasarkan Jarak Pandang Henti
Berdasarkan Rumus (5.17a) :
Syarat :
JPH < L
97,5 < 83,39 → Tidak memenuhi
Berdasarkan Rumus (5.17b) :
JPH > L
97,5 > 81,00 → Memenuhi

B.       Berdasasarkan Jarak Pandang Mendahului
Berdasarkan Rumus (5.17c) :
Syarat :
JPM < L
441,95  < 813,83 → Memenuhi

Berdasarkan Rumus (5.17d) :
Syarat
JPM > L
441,95  > 643,9 → Tidak memenuhi

Jadi Panjang  L :
Berdasarkan  JPH : 81,00 m
Berdasarkan JPM : 813,83 m
Dengan kecepatan rencana (V) = 70 km/jam dan besar perbedaan aljabar kelandaian (A) = 3,5%, maka dengan pertimbangan keamanan dan ekonomis diambil L = 100 m
Menghitung panjang Lengkung setiap stasioning
Sta 0+150                      x = 0                y = 0
Sta 0+175                      x = 25              y = 0,109
Sta 0+200                      x = 50              y = 0,44
Sta 0+225                      x = 25              y = 0,109
Sta 0+250                      x = 0                y = 0

Menghitung elevasi pada lengkung PPV1
Sta 0+150                      10 + 0% x 50 + 0                    = 10
Sta 0+175                      10 + 0% x 25 + 0,109             = 10,109 m
Sta 0+200                      10 + 0,44                                 = 10,44 m
Sta 0+225                      10 + 3,5% x 25 + 0,109          = 10,984 m
Sta 0+250                      10 + 3,5% x 50 + 0                 = 11,75 m










1.1.       Lengkung Cembung PPV2


 









Diketahui data-data sebagai berikut :
V Rencana                                 = 70 km/jam
Kelandaian Jalan           :       q1 = 0%
                                                q3= 4%

Maka besarnya perbedaan aljabar kelandaian :
     A       = q1 + q3
               = 0 + 4
               =  4 %
Tinggi elevasi =17 m
Mencari panjang L pada lengkung vertikal cembung :
Berdasarkan Jarak Pandang Henti
Berdasarkan Rumus (5.17a) :
Syarat :
JPH < L
97,5 > 95,30 → Tidak memenuhi
Berdasarkan Rumus (5.17b) :
JPH > L
97,5 > 95,25 → Memenuhi

Berdasasarkan Jarak Pandang Menyiap
Berdasarkan Rumus (5.17c) :
Syarat :
JPM < L
441,95  < 930,09 → Memenuhi

Berdasarkan Rumus (5.17d) :
Syarat
JPM > L
441,95 < 673,9 → Tidak memenuhi

Jadi Panjang  L :
Berdasarkan  JPH : 95,25 m
Berdasarkan JPM : 930,09 m

Dengan kecepatan rencana (V) = 70 km/jam dan besar perbedaan aljabar kelandaian (A) = 4%, maka dengan pertimbangan keamanan dan ekonomis diambil L = 100 m


Menghitung panjang Lengkung setiap stasioning
Sta 0+450                      x = 0                y = 0
Sta 0+475                      x = 25              y = 0,125
Sta 0+500                      x = 50              y = 0,5
Sta 0+525                      x = 25              y = 0,125
Sta 0+550                      x = 0                y = 0

Menghitung elevasi pada lengkung PPV2
Sta 0+450                      17 4% x 50 + 0         = 15 m
Sta 0+475                      17 4% x 25 + 0,125 =  15,9 m
Sta 0+500                      17 –  0,5                      = 16,5 m
Sta 0+525                      17 – 0 % x 25 + 0,125 = 16,9 m
Sta 0+550                      17 + 0 % x 50 + 0       = 17 m


 
















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.                Kesimpulan
Setelah membuat rancangan geometric jalan raya ini maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dalam perencanaan geometrik jalan raya, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan tersebut seperti keadaan topografi, keadaan lalu lintas, kapasitas, keadaan social ekonomi dan keadaan geologi tanah dasar.
2.      Pada Perencanaan ini diperoleh 3 buah tikungan yaitu Full Circle (F-C) 1 buah, Spiral – Circle – Spiral (S – C – S) 1 buah, dan Spiral – Spiral (S – S) 1 buah.
3.      Panjang jalan yang direncanakan 2459  meter.

B.                 Saran-saran
Saran-saran yang ingin disampaikan oleh penulis yaitu :
1.      Dalam perencanaan geometric jalan raya dibutuhkan ketelitian yang tinggi terutama pada pemilihan trase jalan.
2.      Dalam penggunaan tabel dan grafik diharapkan ketelitian yang tinggi untuk mendapatkan angka yang tepat.










DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Marga, Bipran, 1970, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, No. 13/1970.

Direktorat Jenderal Bina Marga, 1988, Standard Perencanaan Geometrik untuk  Jalan Perkotaan.

Direktorat Jenderal Bina Marga, ESPRAN, Ruslan Diwiryo, Perencanaan Geometrik Jalan, Bagian III.

Saodang, Hamirhan Ir, MSCE. Konstruksi Jalan Raya Buku 1 (Geometrik Jalan). Nova. Bandung : 2004
Sukirman Silvia, Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Bandung, 1981.

Oglesby Calrkson H, Hicks Gary R, Teknik Jalan Raya, Edisi IV.

PEDC 1984, Konstruksi Jalan Raya I, PEDC, Bandung.

7 komentar:

  1. tulisan ini sangat bagus, sayang nya ada beberapa bagian yg tidak termuat dengan jelas, mungkin krn upload data yg tdk terkirim dgn baik, mohon di perbaiki, dan di share kembali, tq

    BalasHapus
  2. Kebetulan ni,, saya lagi buat rancangan jalan raya,, tapi gak ada gambar konturnya ya,,
    klo masih ada gambar konturnya,, tolong di krm ke email saya ya,,
    fs.paulan@yahoo.com

    thank,,
    Firman, unimal kelas B, thn 2009

    BalasHapus
    Balasan
    1. mohon maaf gambar konturnya sudah tidak ada lagi...

      Hapus
  3. gan bisa minta alamat link utuk buku KJR?
    kalau boleh kirimi di email aku ya gan>>
    makasih sblmnya.
    pribadiyaya@rocketmail.com

    BalasHapus
  4. kenapa gambarnya tidak muncul ya, sayang sekali sebenarnya ini sangat membantu

    BalasHapus